Sendainya kau ada di sini denganku
Mungkin ku tak sendiri
Bayanganmu yang selalu menemaniku
Hiasi malam sepiku
Ku ingin bersama dirimu
Ku tak akan pernah berpaling darimu
Walau kini kau jauh dariku
Dan selalu ku nanti
Karena ku sayang kamu
Sederhana namun maknanya dalam. Ya itulah yang aku rasa dari tiap
baitnya. Begitu indah dan mengenang ketika menikmatinya. Kamu tau
gak kalo tiap malem lagu itu senantiasa mengantarku untuk melihat senyum itu
walau lewat mimpi. Ya senyum manis itu, senyum ketika kau menatapku dengan
tatapan teduh yang tak pernah ku jumpai sebelumnya.
Kamu, ya kamu. Seseorang yang di pantai satu tahun yang lalu. Seseorang yang mampu membuat aku tergila-gila dengan sesuatu yang
sebelumnya sangat aku benci. Memang benar, dengan cinta kadang semuanya berputar menjadi 180
derajat. Racun apa si yang kamu sebar diseluruh nadiku? Tak biasanya aku deg-degan
ketika mendengar nama itu disebut. Tak biasanya juga aku gemetar ketika melihat
dirimu. Ooh tidak, ini cinta apa hanya sekedar kagum?
Ku anggap semua itu hanya perasaan kagum yang mustahil untuk
menjadi cinta. Mustahil? Aku berpikirnya seperti itu. Mustahil untuk meleburkan
hatimu yang keras akan cinta kepada lawan jenis. Tak semudah meleburkan zinc ke
dalam larutan H2SO4. Cieeileeh bahasanya kimia. Haha
calon guru Kimia gak jadi si :p.
Setahun yang lalu, tepatnya dua bulan sebelum
Ujian Nasional. Seperti biasa bulan tersebut diadakan sosialisasi-sosialisasi
dari berbagai universitas terutama universitas di pulau Jawa. Kami sisiwa SMA
sangat antusias dalam mengikuti kegiatan tersebut yang biasanya dilakukan
ketika jam pelajaran Bimbingan Konseling atau sepulang sekolah. Berbagai
pertanyaan diutarakan untuk mengetahui informasi selengkap-lengkapnya. Waktu
itu jam pelajaran terakhir adalah mata pelajaran Fisika oleh Bu Tri. Siapa si
yang gak pusing siang-siang suruh ngitung hal yang serumit Fisika. Oh pasti
semuanya mempunyai pikiran yang sama supaya bel pulang cepat dibunyikan.
Alangkah terkejutnya di seberang kelasku berdirilah
seseorang yang terasa asing untuk ku. “Rif, itu siapa si? Mau ada sosialisasi
ya? Kira-kira dari mana ya Rif” aku tanya Arif, teman sebelahku. Sambil
menengok ke segerombolan mahasiswa tersebut Arif menjawab. “Oh itu dari UGM fa,
tu liat ada Mas Darisnya juga”. Tersentak dan aku langsung tersenyum. “Woww
keren UGM, lha itu mas-masnya yang putih siapa ya Rif? Sepertinya kok bukan
alumni smanka. Wajahe juga asing”. Arifpun menjawab, “gak tau fa, kayaknya
emang bukan wajah-wajah smanka”. Dalam hati aku berpikir,
emangnya wajah-wajah anak smanka gimana si. Hehe…
Tett..tett.. akhirnya bunyi yang sedari tadi kami tunggu terdengar
juga. Dengan senang hati kami mengikuti sosialisasi yang diadakan oleh
komunitas mahasiswa Yogyakarta. Kebetulan hari itu hari jum’at dan waktu
sosialisasipun sangat terbatas. Sosok itu kembali hadir di tengah-tengah kami.
Lagi-lagi dengan sorot mata yang teduh dan menenangkan, ia menuturkan
point-point yang sedang disampaikan.
Aku duduk di bangku pojok kiri paling depan. Tak ku sangka ternyata
ia sudah berdiri tegap di sampingku. Entahlah tiba-tiba aku kikuk sendiri dan
perasaan ini semakin tak menentu. Padahal aku belum mengenalnya apalagi untuk
bertemu sebelumnya. Mungkin inilah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama
dan semua itu memang benar adanya. Tutur katanya yang hal us serta senyum yang selalu ia torehkan di bibir merahnya semakin
membuat aku terpesona dan rasanya tak ingin melewatkan satu detikpun untuk
tidak menatapnya.
Tanpa berpikir panjang ku beranikan diri untuk memulai obrolan
ringan dengannya seputar SNMPTN (Seleksi Masuk Perguruan Tnggi Negeri). “Mas,
mau Tanya boleh? Kalau dari jurusan IPA kemudian mau daftar SNMPTN lintas
jurusan apa boleh?” Dengan disambut
senyum manis itu dia menjawab. “Boleh kok, tidak apa-apa. Emangnya mau masuk
jurusan apa?” Dengan senang hati aku jawab “Bahasa Arab mas”. Dia langsung
tersenyum kaget. “Woww suka Bahasa Arab ya?”. Tanpa basa-basi ku lanjutkan
obrolan itu. “Hehee iya mas, suka”. Tanpa ku duga, dia kembali bertanya, namun pertanyaan
itu sempat membuat aku kaget setengah mati. Tak bisa ku bayangkan girangnya aku saat itu. Dia
menanyakan nama dan tempat tinggalku. Aku pun kembali bertanya mengenai nama
dan asalnya. Ternya nama mas yang sedari tadi mengganggu pikiran itu Wildan.
Nama yang cakep seperti yang empunya. Sebenarnya bukan hanya aku yang
diperlakukan seperti itu. Widy dan Nani temen sebelahku juga sama. Tapi tetap
saja rasa senang setengah matinya tak pernah hilang.
Terasa begitu cepat ketika sosialisasi
berakhir. Aku pun bergegas meninggalkan ruangan sembari menunggu Rinanda yang
sedang membereskan tasnya. Tiba-tiba dari arah belakang mas Wildan mengikutiku dan
menjajari arah langkahku. “Afifah ya?” sapa dia. “Iya mas” sambil ku luncurkan
senyum termanisku. “Udah mau pulang? Kosnya di mana fa?” tanya dia. “Iya ni
mas, aku udah mau pulang. Aku kos di belakang sekolah” jawabku. Begitu
seterusnya obrolan kami lanjutkan dan berhenti ketika di persimpangan jalan.
Dan aku pamitan untuk pulang. Sejak obrolan saat itu aku menjadi setengah gila.
Kadang senyum-senyum sendiri bahkan kalau teringat waktu itu aku jadi deg-degan
tak menentu. Oh mungkin ini yang dinamakan kasmaran.
Sepulang dari sekolah aku langsung buka
facebook dan mengetikkan nama di search dengan tulisan Wildan dan di situ ....
Bersambung...